Kemudian DCMS Creative Industries Task Force (1998)
merumuskan definisi sebagai berikut: “Creative Industries as those
industries which have their origin in individual creativity, skill and talent,
and which have a potential for wealth and job creation through the generation
and exploitation of intellectual property and content”. Ruang lingkup dari
industri kreatif menurut DCMS meliputi, advertising, architecture, the
art and antiques market, crafts, design, designer fashion, film, interactive
leisure software, music, the performing arts, publishing, software, television
and radio. Pada waktu berikutnya, banyak negara di dunia mengadopsi konsep
Inggris ini, antara lain Norwegia, Selandia Baru, Singapura, Sewedia dan tentu
saja Indonesia tidak mau ketinggalan dengan istilahnya sendiri, Ekonomi
Kreatif.
Latar belakang Inggris
merumuskan kebijakan Industri Kreatif yang kebijakannya berada di bawah
Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga hingga dewasa ini, ialah pada dekade
1980-an di Inggris aktivitas industri menyusut, akibatnya pengangguran di
negara itu meningkat, dan dampaknya alokasi dana pemerintah untuk bidang seni
berkurang. Maka ditemukanlah gagasan dan strategi kreatif yakniculture as an
industry. Sebenarnya ini merupakan paradigma baru dalam melihat seni dan
budaya dalam hubungannya dengan perekonomian suatu negara. Melalui konsep ini,
seni dan budaya tidak lagi dilihat sebagai sektor-sektor yang selalu
membutuhkan subsidi dari negara, malahan justru didesain untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pengembangan inovasi yang bernilai ekonomis. Sehingga
pada masa itu, Tony Blair, PM Inggris, menyatakan, “pop music exports were
financially more significant to the country than the steel industry.”
Indonesia sendiri dalam
pembangunan sektor ekonomi kreatif tampak sangat cepat. Bila di negara maju
semacam Inggris, timbulnya industri kreatif sebagai nomenklatur baru dalam
kebijakan industrial mereka, hal itu tampak sebagai suatu yang alamiah dari
perspektif evolusi ekonomi. Ingris, sebagai pelopor industri sekaligus lokus
revolusi industri dunia, kini masuk pada tahap lanjut evolusi ekonomi, yaitu
ekonomi berbasis ide dan kreasi. Bila disederhanakan, evolusi ekonomi dimulai
dari tahap ekonomi berbasis pertanian, kemudian berkembang menjadi ekonomi
berbasis industri, lalu ekonomi berbasis informasi, dan yang mutakhir ekonomi
berbasis ide dan kreasi.
Kasus Indonesia dalam
hal pembinaan Ekonomi Kreatif cukup menarik. Ekonomi Kreatif muncul dari atas (from
above) melalui kebijakan negara. Tetapi bukan berarti kegiatan ekonomi
kreatif baru muncul seiring dengan kebijakan pemerintah tersebut. Ekonomi
Kreatif telah lama tumbuh dan berkembang di masyarakat, namun secara khusus
mendapat perhatian dan pembinaan yang kuat dari pemerintah baru dimulai pada
era pemerintahan SBY.
Pemerintahan SBY telah
meninggalkan legacy yang baik terkait pengembangan dan
pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia. Secara kronologis kebijakan ekonomi
kreatif dimulai oleh pernyataan Presiden untuk meningkatkan industri kerajinan
dan kreativitas bangsa, terselenggaranya Pekan Produk Budaya Indonesia 2007,
yang berubah nama menjadi Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009, terbitnya
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif,
hingga Perpres Nomor 92 Tahun 2011 yang menjadi dasar hukum terbentuknya
kementerian baru yang mengurusi ekonomi kreatif, yaitu Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif dengan Menterinya, Mari Elka Pangestu. Kemudian lebih
lanjut terbitlah pada 2012 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentang Rencana Strategis
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2012-2014. Di dalam rencana
strategis itu telah tersusun dengan detail pengembangan ekonomi kreatif di
Indonesia.
Ruang lingkup ekonomi
kreatif di Indonesia berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2009 berbeda dengan di
negara seperti Inggris, hal mana bidang penelitian dan pengembangan dimasukkan
sebagai bagian dari ekonomi kreatif. Di Inggris, bidang penelitian dan
pengembangan tidak dimasukkan sebagai ruang lingkup Industri Kreatif, tetapi bidang
konsultasi sudah dimasukkan sebagai bagian dari industri kreatif. Lebih rinci
bidang-bidang apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup ekonomi kreatif di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1)
Periklanan (advertising):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan, yakni komunikasi satu
arah dengan menggunakan medium tertentu. Meliputi proses kreasi, operasi, dan
distribusi dari periklanan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan
komunikasi periklanan, media periklanan luar ruang, produksi material
periklanan, promosi dan kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan periklanan
di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi dan radio),
pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran,
brosur dan media reklame sejenis lainnya, distribusi dan delivery advertising
materials or samples, serta penyewaan kolom untuk iklan;
2) Arsitektur: kegiatan
kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh, baik dari
level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai
level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota,
perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan sejarah, pengawasan
konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti
bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal;
3)
Pasar Barang Seni:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan
langka serta memiliki nilai estetika seni dan sejarah yang tinggi melalui
lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet, meliputi barang-barang
musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film;
4)
Kerajinan (craft):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk
yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal
sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan
yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu,
kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan besi), kaca, porselen, kain,
marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi
dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal);
5)
Desain: kegiatan kreatif
yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk,
desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta
produksi kemasan dan jasa pengepakan;
6)
Fesyen (fashion):
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki,
dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya,
konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
7)
Video, Film dan
Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film,
dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di
dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi
atau festival film;
8)
Permainan Interaktif
(game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi
permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi.
Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata
tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9)
Musik: kegiatan kreatif
yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan, reproduksi, dan
distribusi dari rekaman suara;
10) Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
usaha pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan
wayang, balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik
tradisional, musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain dan pembuatan
busana pertunjukkan, tata panggung, dan tata pencahayaan;
11) Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan
konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital
serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan
terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving)
dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang
cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang
terkait dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa
komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,
integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak,
desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk
perawatannya;
13) Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games,
kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten
acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran
radio dan televisi;
14) Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan
usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil
manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan
kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan
teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan
dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni
serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen. (Lihat, Prof.Dr.Faisal Afiff,
Se.Spec.Lic, Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif, 2012)
Melihat betapa luasnya cakupan ekonomi kreatif tersebut, maka wajarlah jika
sektor ekonomi kreatif berkontribusi rata-rata PDB tahun 2002- 2010 terhadap
PDB nasional mencapai 7,74%, tingkat partisipasi tenaga kerja sebesar 7,76%,
kontribusi jumlah usaha mencapai 6,77%, kontribusi ekspor mencapai 9,77% dengan
kontribusi impor hanya sebesar 1,3%, dan net trade barang
sebesar 33,14%. Pada tahun 2010, sector ekonomi kreatif menyumbang Rp.468,1
triliun, 7,29% dari PDB nasional, melalui 14 subsektor industri kreatif, yaitu
arsitektur, desain, fesyen, film, video, dan fotografi, kerajinan, teknologi
informasi dan piranti lunak, musik, pasar barang seni, penerbitan dan
percetakan, periklanan, permainan interaktif, riset dan pengembangan, seni
pertunjukan, serta televisi dan radio. Pada tahun 2012, daya serap tenaga kerja
di sector ini terhadap total nasional sebesar 8,25%. Sector ekonomi kreatif
menempati nomor enam dari sepuluh lapangan usaha yang memberikan kontribusi
besar terhadap PDB sebesar 7,7%. Nomor satu ditempati oleh lapangan usaha
industri pengolahan. Sedangkan untuk tingkat daya serap tenaga kerja, industri
kreatif mampu menyerap 8,6 juta orang, menempati nomor lima dari berbagai
lapangan usaha.
Bila dilihat luasan cakupan
ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan sektor ekonomi yang tidak
membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri
manufaktur yang berorientasi pada kuantitas produk, industri kreatif lebih
bertumpu pada kualitas sumber daya manusia (SDM).
Industri kreatif justru lebih
banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah. Walaupun tidak
menghasilkan produk dalam jumlah banyak, industri kreatif mampu memberikan
kontribusi positif yang cukup signifikan terhadap perekonomian.
Beberapa alasan mengapa industry
kreatif perlu di kembangkan :
1.
Akan memberikan kontibusi terhadap pembangunan ekonomi
nasional yang signifikan.
2.
Menciptakan iklim bisnis yang positif, inovatif dan keunggulan
kompetitif bangsa.
3.
Citra bangsa akan terbangun karena memberikan dampak
sosial yang positif.
4.
Dan lain sebagainya
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
***Salam Sejahtera dari Saya untuk Anda para Pembaca
Sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/
Prof.Dr.Faisal Afiff,
Se.Spec.Lic, Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif, 2012
0 Response to "SEKILAS EKONOMI KREATIF"
Post a Comment